Tempayan Retak Kelebihan Dibalik Kekurangan
Suatu hari hidup seorang kuli yang setiap hari bekerja membawakan air kepada majikannya. Setiap pagi, siang, dan sore beliau mengangkat air memakai tempayan. Semacam kendi besar yang terbuat dari tembikar. Diikatnya dua tempayan tersebut di masing-masing ujung tombak, kemudian diangkatnya menggunakan bahunya.
Masing-masing tempayan memiliki ukuran yang sama, namun yang membedakannya yakni salah satu tempayan tersebut retak, sehingga air pasti menetes keluar melalui celah retakannya. Sedangkan tempayan yang satunya lagi terlihat gagah dan mulus, sehingga tak ada setetes airpun yang tumpah.
Si tempayan retak sangat murung melihat kondisinya, setiap kali sang kuli membawa air memakai dirinya, hanya setengah air saja yang berhasil hingga di rumah sang majikan.
Si tempayan retak merasa bersalah dikarenakan telah menyusahkan pekerjaan sang kuli.
Lain halnya dengan si tempayan retak, si tempayan gagah sangat besar hati dengan dirinya. Setiap air yang dibawanya selalu hingga ke rumah majikan tanpa kehilangan barang setetespun. Si tempayan gagah berkata dalam hatinya, “Berkat diriku, pekerjaan sang kuli mampu tamat dengan cepat, dan sang majikan sangat puas dengan hasil pekerjaanku.”
Meskipun begitu, sang kuli tetap saja menggunakan si tempayan retak untuk mengangkut air ke rumah majikannya. Kondisi tersebut semakin membuat si tempayan retak merasa bersalah kepada si kuli. Lalu berkatalah si tempayan retak kepada si kuli.
“Hai kuli air, sungguh saya merasa malu dan bersalah kepadamu, maafkanlah saya.” Kata si tempayan retak.
Lalu si kuli menjawab, “mengapa engkau merasa malu? Dan mengapa pula kau meminta maaf kepadaku?”
“Selama 3 tahun ini saya hanya bisa membawakan setengah air saja untukmu, padahal seharusnya aku bisa bawakan 1 tempayan penuh untukmu. Tubuhku cacat, ada banyak retakan, sehingga air yang kubawa selalu tumpah. Aku telah membuatmu rugi.” Jawab si tempayan retak.
Dengan rasa kasihan, si kuli berkata, “besok pagi ikutlah lagi bersamaku membawa air, perhatikanlah di sekeliling jalan yang biasa kita lewati.”
Besok paginya si kuli mengangkut air menggunakan tempayan mirip biasanya. Saat perjalanan, si tempayan retak terkejut sekaligus kagum melihat formasi bunga bermekaran di sepanjang jalan menuju rumah sang majikan. Pemandangan itu membuatnya merasa senang dan tenteram. Sesampainya di rumah majikan, si tempayan retak kembali sadar bahwa air yang dibawanya tersisa setengah. Dengan sedih, si tempayan retak berkata,
“Lihatlah, saya membuatmu rugi. Hanya setengah air yang mampu saya bawakan untukmu.”
Dengan tersenyum si kuli berkata, “apa yang engkau lihat saat di perjalan tadi?”
“Deretan bunga yang indah bermekaran.” Jawab si tempayan retak.
“Sejak usang aku telah menyadari cacatmu, lalu aku memanfaatkan retak tubuhmu untuk kugunakan menyiram benih bunga yang saya tanam di sepanjang jalan itu. Itulah mengapa gugusan bunga itu hanya tumbuh di sisimu saja, sedangkan di sisi tempayan gagah hanyalah tanah gersang. Selama tiga tahun ini engkau telah mengairi bunga indah itu, dan saya gunakan bunga itu untuk memperindah rumah majikan kita.
Pesan susila yang ingin disampaikan ialah setiap kekurangan seseorang terdapat pasti mempunyai kelebihan. Tuhan selalu melebihkan suatu hal dibalik kekurangan kita. Jangan pernah merasa bahwa diri kita yakni yang terbaik sehingga menganggap remeh orang lain yang mempunyai kekurangan. Syukuri segala yang ada pada dirimu dan berikan yang terbaik serta kasihilah sesamamu.
Comments
Post a Comment