Budaya Kearifan Lokal Untuk Konservasi Sumber Mata Air Di Lingkungan Sekitar
Nurul Istiqomah, S. Si., M. Sc.
Dosen Biologi bidang botani
Kita mungkin sudah tidak ajaib lagi dikala mendengar kata kearifan lokal (“Local wisdom”). Seperti yang kita ketahui kearifan lokal merupakan sebuah tatanan kehidupan sosial, politik, budaya, ekonomi, serta lingkungan yang terangkum dalam sebuah sistem masyarakat lokal dan telah dilaksanakan serta dijalankan dalam kehidupan sehari-hari yang bernilai baik dan memperlihatkan efek kasatmata terhadap kelestarian lingkungan sekitar dalam mencegah kerusakan lingkungan, baik tanah atau lahan, hutan, maupun air.
Air menjadi kebutuhan essensial bagi makhluk hidup. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, kebutuhan air saat ini sudah semakin meningkat, sedangkan sumber air tanah yang ada dikala ini sudah banyak terkotori. Penggunaannya pun sudah melebihi kapasitas yang ada. Beberapa budaya kearifan lokal yang biasa dilakukan untuk menghemat penggunaan air dan memelihara sumber mata air diantaranya ada penggunaan istilah “Keramat” untuk suatu tempat yang dianggapnya sebagai pemberi petuah (mengandung unsur mistik), “Pamali” yang dipakai untuk budaya pelarangan (larangan) terhadap suatu acara, dan “Subak” yang dipakai pada bidang pertanian dalam menghemat penggunaan air, serta banyak lagi istilah lainnya. Di bawah ini adalah ulasan mendalam terkait tiga istilah yang telah disebutkan:
Keramat
Sebagian besar tempat di Jawa dan beberapa wilayah lain di Indonesia, terdapat sebuah tradisi yang menganggap keramat pohon besar (misalnya pohon beringin). Dampak aktual dari adanya kearifan lokal tersebut yakni adanya bentuk konservasi pada pohon tersebut yang menjadi sumber mata air, alasannya adalah akarnya yang besar dan banyak. Kearifan lokal tersebut dapat dilihat pada masyarakat di Desa Beji, Ngawen, Gunung Kidul. Masyarakat di Desa Beji tersebut memiliki hutan akhlak Wonosadi yang didalamnya terdapat sumber mata air. Kondisi lingkungan (flora, fauna dan sumber mata air) di sekitarnya terjaga dengan sangat baik sebagai daerah resapan air hujan yang hingga dikala ini terdapat tiga mata air yang mengalir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar. Masyarakat di Desa Beji juga membentuk kelompok yang disebut “Jagawana” untuk menjaga kawasan tangkapan di sekitar mata air Wonosadi.Pamali
Budaya kepamalian merupakan bentuk aturan-aturan budbahasa yang memperlihatkan batasan terhadap penggunaan air dan sumber daya alam lainnya yang berdampak bagi lestarinya sumber mata air. Masyarakat Kampung Kuta memakai sumberdaya air dari mata air Cibungur, Ciasihan, Cinangka, dan Cipanyipuhan ke dalam dua fungsi adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk ritual budbahasa. Masyarakat Kampung Kuta juga melarang (Pamali) untuk menciptakan sumur. Hal ini bertujuan untuk menjaga kondisi air bawah tanah biar selalu baik, bersih dan menjaga kestabilan tanahnya. Budaya kepamalian juga diterapkan di kawasan lainnya, seperti di masyarakat Sunda dan Banjar, Kalimantan Selatan.Subak
Subak merupakan suatu sistem pengairan yang diterapkan pada sektor pertanian. Subak mempunyai lima tugas dalam acara pertanian, antara lain pencarian dan pendistribusian air irigasi, operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, mobilisasi sumberdaya, penanganan sengketa, dan upacara keagamaan/ritual.Adanya kearifan lokal yang telah dilaksanakan secara turun temurun, mampu membantu menjaga kelestarian lingkungan disekitarnya. Sebaiknya dalam mengeksplotasi sumber daya alam tidak dengan berlebihan dan tetap menjaga kelestarian lingkungan atau habitatnya agar sumber daya alam tersebut tetap dapat digunakan sampai ke generasi selanjutnya. Dalam hal ini bukan hanya peran pemerintah saja yang bertugas untuk menjaga dan melindungi keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam yang ada di dalamnya, namun tugas serta masyarakatnya juga diperlukan dalam mewujudkannya.
Comments
Post a Comment